http://tripwow.tripadvisor.com/tripwow/ta-074f-388e-fa04?ln maswin: PENGELOLAAN KELAS

Rabu, 06 Mei 2015

PENGELOLAAN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas merupakan aset bangsa dan negara dalam melaksanakan pembangunan nasional di berbagai sektor dan dalam menghadapi tantangan kehidupan masyarakat dalam era globalisasi.
Sumber daya manusia ini tiada lain ditentukan oleh hasil produktivitas lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, yang terdiri atasi jalur sekolah dan luar sekolah, serta secara spesifik merupakan hasil proses belajar-mengajar di kelas.
Pendidikan jalur sekolah terdiri atas tiga jenjang yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi serta bersifat formal, karena dilaksanakan secara berkesinambungan dan adanya saling keterkaitan dalam kurikulum yang diajarkan. Jenjang pendidikan yang lebih tinggi baru bisa diikuti apabila jenjang sebelumnya telah selesai diikuti dan berhasil (St. Vembriarto, dkk., 1994).
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaanl berupaya mengadakan perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, yaitu dalam bentuk pembaharuan kurikulum, penataan guru, peningkatan manajemen pendidikan, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Dengan pembaharuan ini diharapkan dapat dihasilkan manusia yang kreatif yang sesuai dengan tuntutan jaman, yang pada akhirnya mutu pendidikan di Indonesia meningkat.
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya.
 Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar peserta didik berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator serta (d) guru sebagai evaluator.



BAB II
 PEMBELAJARAN DAN PENGELOLAAN KELAS


A. Belajar dan Pembelajaran
Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22)
Banyak ahli mengemukakan mengenai belajar. Pandangan beberapa ahli tentang belajar dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002: 12-13), yakni sebagai berikut:
a) Belajar menurut James O. Whittaker adalah merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
b) Belajar menurut Cronbach adalah Learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
c) Belajar menurut Howard L. Kingskey adalah bahwa Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
d) Slameto merumuskan pengertian belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan imdividu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh sesorang. Pengalaman tersebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya maupun melalui ilmu pengetahuan yang diperolehnya.. 
Sedangkan pembelajaran ada berbagai definisi mengenai yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya yaitu Dimyati dan Mudjiono (2009: 7) yang mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu persiapan yang dipersiapkan oleh guru guna menarik dan memberi informasi kepada siswa, sehingga dengan persiapan yang dirancang oleh guru dapat membantu siswa dalam menghadapi tujuan.
Definisi pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2005: 57) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dari definisi di atas, pembelajaran adalah sutu proses interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dalam suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran harus didukung dengan baik oleh semua unsur dalam pembelajaran yang meliputi pendidik, peserta didik, dan juga lingkungan belajar.
B.Peran guru dalam pembelajaran
Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 “adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
Sedangkan  menurut  pemikiran Gage dan Berliner, peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1). Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).
2).Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems)
.3).Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
C. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan  pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih  berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport , penghentian  perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran,  penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.
 Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut, yaitu:
1.Kelas dalam arti sempit yakni tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangan yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.
 2.Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. 
Maka pengelolaan kelas merupakan usaha sadar atau keterampilan seorang guru untuk menciptakan, mengatur, dan memelihara kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis dan kondusif yang mengarah pada penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses  belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Menurut Suharsimi Arikunto, Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar dicapai kondisi yang optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto, 1986: 143).
Menurut Muljani A. Nurhadi, Pengelolaan kelas merupakan upaya mengelola siswa di kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas yang menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah (Nurhadi, 1983: 162).
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan guru dalam mengelola anak didiknya di kelas dengan menciptakan atau mempertahankan suasana atau kondisi kelas yang mendukung program pengajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
D. Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal.
Adam dan Decey mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai  pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan (d) guru sebagai evaluator. Guru sebagai pengelola kelas harus memiliki managemen kelas, tanpa kemampuan ini maka performence dan karisma guru akan menurun, bahkan kegiatan pembelajaran bisa kacau tanpa tujuan.
Guru sebagai pengelola kelas  bertugas membuat anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya. Beberapa fungsi guru sebagai pengelola kelas adalah merancang tujuan pembelajaran, mengorganisasi beberapa sumber  pembelajaran, memotivasi yang bisa dilakukan dengan memberi hukuman atau reward, mendorong, dan menstimulasi siswa serta mengawasi segala sesuatu apakah berjalan dengan lancar apa belum dalam rangka mencapai tujuan  pembelajaran.
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih memungkinkan guru memberikan  bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai. Pengorganisasian kelas adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif, misalnya :
a.pengaturan penggunaan waktu yang tersedia untuk setiap pelajaran,
b. pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar’
E. Hubungan Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau pembelajaran mencakup semua kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry behavior peserta didik, menyusun rencana pembelajaran, member informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya), maka pengelolaan kelas menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan “raport”, penghentian tingkah laku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran dan sebagainya). Jadi didalam proses belajar-mengajar di sekolah dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu masalah pengajaran dan pengelolaan kelas.
Masalah pengelolaan kelas harus ditanggulangi dengan tindakan korektif pengelolaan, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan korektif intruksional. Sebagai pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya proses belajar yang efektif, pengelolaan kelas menunjuk kepada pengaturan orang maupun pengaturan fasilitas. Fasilitas disini mencakup pengertian yang luas mulai dari ventilasi, penerangan, tempat duduk, sampai dengan perencanaan program belajar-mengajar.

BAB III
MASALAH PENGELOLAAN KELAS DAN MASALAH PEMBELAJARAN
A. Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah mengelola kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Meskipun seringkali perbedaan antara dua katagori itu hanya merupakan perbedaan tekanan saja. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
Rudorf Dreikurs dan Pearl Cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang berdasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi dengan cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat, dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain, dia akan berbuat tidak baik. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asocial digolongkan sebagai berikut:
1. Tingkah laku yang mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behaviors).
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors).
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behavior).
4. Peragaan ketidakmampuan(helplessness).
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan tingkat sosio-ekonomi.
2. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya.
3. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
4. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannyadari tugas yang telah digarap.
5. Semangat kerja rendah.
6. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
B. Masalah Pembelajaran
Di dalam setiap kehidupan pasti aka nada yang namanya masalah , begitu juga masalah dalam pembelajaran yang membuat peserta didik tidak dapat secara maksimal untuk menyerap ilmu yang telah di sampaikan oleh tenaga didik. Berikut adalah beberapa masalah dalam pembelajaran yang perlu untuk ditanggulangi:
1. Berkurangnya motivasi para peserta didik untuk belajar atau berpartisipasi di dalam belajar
2. Semakin banyak siswa yang membolos pada saat jam pelajaran di mulai
3. Pada zaman yang berkembang ini juga banyak sekali perkelahian muncul di kalangan antar mahasiswa
4. Prestasi siswa yang semakin rendah dan mengalami kemerosotan nilai
5. Semakin menipisnya etika dan kesopanan di dalam belajar

BAB IV
PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN KELAS

Berdasarkan masalah-masalah dalam pengelolaan kelas, seorang guru harus mendalami kerangka acuan pendekatan-pendekatan kelas, sebab ia harus terlebih dahulu meyakini bahwa pendekatan yang dipilihnya untuk menangani suatu kasus pengelolaan kelas merupakan alternatif yang terbaik sesuai dengan  masalahnya. Artinya seorang guru terlebih dahulu harus menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok dengan masalah yang ingin ditanggulangi. Ini tentu tidak dimaksudkan untukmengatakan bahwa seorang guru akan berhasil baik setiap kali iamenangani kasus pengelolaan kelas. Sebaliknya, keprofesionalan cara kerja seorang guru adalah demikian sehingga apabila alternatif tindakannya yang pertama tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan,maka ia masih mampu melakukan analisis ulang terhadap situasi untukkemudian tiba pada alternatif pendekatan yang kedua, dan seterusnya.
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut ini:
1. Pendekatan kekuasaan (pendekatan Otoriter)
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol
tingkah laku peserta didik. Peranan guru di sini adalah menciptakan dan
mempertahankan kondisi kelas yang telah teratur dan penuh kedisiplinan.
Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada peserta didik untuk 18
menaatinya. Dalam pendekatan ini kekuasaan terbungkus dalam norma-norma
atau peraturan yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasan
dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
2. Pendekatan Ancaman (pendekatan Intimidasi)
Pendekatan ancaman atau intimidasi dalam pengelolaan kelas adalah suatu proses untuk mengontrol tingkah laku peserta didik dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa. 
3. Pendekatan Permisif 
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini adalah: apa, kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas sesuai dengan yang diinginkannya.Peranan guru adalah meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab dengan itu akan membantu pertumbuhannya secara wajar. Campurtangan guru hendaknya seminimal mungkin, dan berperan sebagaipendorong mengembangkan potensi peserta didik secara penuh.
4. Pendekatan Pengubahan Perilaku
Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsippsikologi behaviorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekatanini adalah perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlakubaik bagi perilaku yang sesuai maupun perilaku yang menyimpang 
5. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakarpada psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan artiyang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Pendekatan inidibangun atas dasar asumsi bahwa manajemen kelas yang efektif (dan pengajaran yang efektif) sangat tergantung pada hubunganyang positif antara guru dan peserta didik. Guru adalah penentuutama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugaspokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubunganantar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosionalyang positif pula.
. 6. Pendekatan Electis/Pluralistik
Pendekatan electis menekankan kepada potensialitas, kreativitas dan
inisiatif guru dalam memilih berbagai pendekatan berdasarkan situasi dan masalah yang dihadapinya. Pendekatan ini bersifat fleksibel, bisa jadi dalam situasi tertentu seorang guru bisa memilih salah satu pendekatan dan di saat yang lain, seorang guru dituntut untuk mengkombinasikan pendekatan yang digunakan
7. Pendekatan Kerja Kelompok
Bentuk lain pendekatan manajemen kelas adalah pendekatan kerja kelompok. Pada pendekatan kerja kelompok, guru berperan sebagai pendorong terciptanya kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif. Agar kelompok-kelompok siswa menjadi produktif dalam melakukan proses pembelajarannya maka guru juga dituntut untuk bisa memelihara kondisi itu agar tetap baik. Kondisi kelas yang baik menurut pendekatan kelompok kerja adalah tampaknya kemampuan guru dalam mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan kelas.

BAB V
MASALAH DALAM PENGELOLAAN KELAS

Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat individual dan yang bersifat kelompok.
A. Masalah yang bersifat Individual
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga, maka dia akan bertingkah laku menyimpang
1. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.

2. Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
3. Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
4. Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.[4]
B  Masalah bersifat kelompok.
Masalah Kelompok, dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
1. Kelas kurang kohesif (akrab), karena alasan jenis kelamin, suku, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2. Kekurang mampuan mengikuti peraturan kelompok. Seperti Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
3. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok.
4. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang.
5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
6.Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
7. Ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.

C. Cara Menghadapi Masalah dalam Pengelolaan Kelas.
Salah satu cara yang tepat dalam menghadapi suatu permasalahan pengelolaan kelas terutama dengan anak–anak didik adalah dengan menggunakan suatu pendekatan.
 Pendekatan pertama ialah dengan menerapkan sejumlah “larangan dan anjuran” misalnya:
1. Jangan menegur siswa di hadapan kawan-kawannya.
2. Dalam memberikan peringatan kepada siswa janganlah mempergunakan nada suara yang tinggi.
3. Bersikaplah tegas dan adil terhadap semua siswa.
4. Jangan pilih kasih.
5. Sebelum menghukum siswa, buktikanlah terlebih dahulu bahwa siswa itu bersalah.
6. Patuhlah pada aturan-aturan yang sudah anda tetapkan. Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas.
Pendekatan yang kedua yakni memakai proses kelompok, didasarkan atas pertimbangan bahwa tingkah laku yang menyimpang pada dasarnya bukanlah peristiwa yang menimpa seorang individu yang kebetulan menjadi anggota kelompok kelas tertentu, namun adalah peristiwa sosial yang menyangkut kehidupan kelompok dimana individu itu menjadi anggotanya.
Teori pengubahan tingkah laku berpendapat bahwa penguasaan tingkah laku tertentu sejalan dengan usaha belajar yang hasil-hasilnya akan memperoleh ganjaran, bahwa penampilan tingkah laku yang dimaksudkan itu akan menghasilkan penguatan tertentu. Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa semua tingkah laku, baik tingkah laku yang disukai ataupun yang tidak disukai, adalah hasil belajar. Mereka yang percaya pada teori ini berpendapat bahwa: (1) penguatan (reinforcement) positif, penguatan negatif, hukuman dan penghilangan (extinction) berlaku bagi proses belajar pada semua tingkatan umur dan dalam semua keadaan, dan (2) proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruhi (dikontrol) oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan. Penguatan ini dipandang sebagai kejadian yang meningkatkan kemungkinan diulanginya penampilan perbuatan (tingkah laku) tertentu, dengan demikian perbuatan atau tingkah laku diperkuat. Tingkah laku yang diperkuat itu boleh berupa tingkah laku yang disukai ataupun yang tidak disukai..

BAB VI
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Kelas

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses manajemen kelas (pengelolaan kelas) yang dilakukan guru dapat dibedakan ke dalam 2 golongan yaitu:faktor internal siswa dan faktor eksternal siswa.
A. Faktor internal siswa
Faktor internal siswa adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku yang ada di dalam diri masing-masing siswa yang ada di kelas yang bersangkutan.
Setiap siswa mempunyai keadaan emosi yang berbeda-beda, bahkan pada setiap diri siswa pada waktu-waktu yang berbeda. Berbagai faktor lain dapat mempengaruhi bagaimana emosi siswa saat pembelajaran berlangsung. Penting sekali untuk memelihara emosi positif setiap siswa saat pembelajaran berlangsung. 
Pikiran setiap siswa pun demikian. Pada suatu waktu mereka bisa saja sangat terkonsentrasi untuk belajar, sedangkan pada waktu lain mereka sulit sekali berkonsentrasi. Pikiran siswa bisa saja pergi ke tempat lain atau ke hal-hal lain di luar proses pembelajaran. Kemampuan guru untuk membuat pikiran siswa kondusif untuk belajar sangatlah penting. Beragam strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi dapat membantu siswa mengarahkan pikirannya untuk belajar secara optimal. 
Perilaku dan kepribadian siswa dengan ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya sacara individual. Kita tahu, tidak akan ada siswa yang mempunyai karakteristik atau kepribadian yang sama. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
B. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah di luar diri masing-masing siswa. Beberapa faktor yang tergolong ke dalam faktor eksternal antara lain suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya.
Suasana lingkungan belajar (ruang kelas atau tempat lainnya yang digunakan untuk belajar) haruslah kondusif sehingga mendukung berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif. Ventilasi udara di ruang kelas memungkinkan pertukaran udara dan tidak membuat kelas menjadi gerah. Keributan di sekitar tempat belajar juga dapat mengganggu konsentrasi mereka dalam belajar. 
Selain itu, setiap siswa perlu diatur penempatannya (terutama untuk siswa kelas rendah atau sekolah dasar), di mana siswa yang secara fisik lebih kecil mungkin sebaiknya duduk di bangku depan, demikian juga untuk siswa yang mempunyai hambatan dalam hal pendengaran atau penglihatan. Ini dimaksudkan untuk membantu siswa-siswa tersebut untuk lebih mudah menerima informasi atau mendengarkan dan melihat apa yang dilakukan di depan kelas baik oleh siswa maupun guru. Jangan sampai pandangan atau pendengaran mereka terbatasi oleh tempat duduk yang letaknya tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. 
Selanjutnya, di dalam kelas seringkali juga dilakukan pembelajaran dengan setting kelompok. Guru memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok belajar secara sedemikian rupa sehingga masing-masing siswa mendapatkan pilihan terbaik untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pengelompokkan siswa yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah sehingga dapat mengganggu atau menyulitkan manajemen (pengelolaan) kelas. 
Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.

BAB VII
PENATAAN RUANG DAN LINGKUNGAN BELAJAR
A. Penataan Ruang
Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003: 9.22) yaitu:
a. Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
b. Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
c.Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
d. Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
e Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan,dkk. (udhiezx.wordpress: 3) yaitu:
1.Ukuran bentuk kelas
2. Bentuk serta ukuran bangku dan meja
3. Jumlah siswa dalam kelas
4. Jumlah siswa dalam setiap kelompok
5. Jumlah kelompok dalam kelas
Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).Beberapa cara yang baik dalam menata ruang kelas menjadi lebih efektif,diantaranya:
1,Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang studi melibatkan siswa terutama dalam perencanaan dan pengadaan sumber-sumber belajar yang diperlukan. Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat membangun rasa kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa.
2. Sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Penggunaan sistem moving-class memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut:
a.  Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.
b. Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar secara lebih efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus pada kelas-kelas tersendiri.
c. Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperi Ini dapat menghindar¬kan siswa dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton.
d.  Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan terjadinya interkasi yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap prososial siswa lainnya.
B. Lingkungan Belajar
1. Pengertian Lingkungan Belajar
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar diri anak didik dan mempengaruhi perkembangannya. Sebagian orang biasanya mengartikan lingkungan secara sempit, seolah-olah lingkungan hanyalah alam sekitar diluar diri manusia atau individu. Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala material dan stimulus didalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis maupun sosial kultural.
Lingkungan yang memungkinkan belajar siswa misalnya: gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, pusat sarana belajar, museum, taman, kebun binatang, rumah sakit, pabrik, dan tempat-tempat lain yang sengaja dirancang untuk tujuan belajar siswa atau yang dirancang untuk tujuan lain tetapi kita manfaatkan untuk belajar siswa-siswa kita. Dalam pendidikan, lingkungan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan dan kegagalan siswa dalam belajar. Apabila belajar dengan baik, tapi bila lingkungannya buruk maka mustahil dia bisa belajar dengan baik.
Dari beberapa definisi di atas dapat dikemukakan bahwa maksud lingkungan belajar adalah lingkungan tempat anak didik mendapat pendidikan atau tempat anak didik belajar yang sering disebut milieu atau environment.
2. Jenis-jenis lingkungan belajar
Menurut Sartain lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:
a. Lingkungan alam atau luar (external or physical environmet)
Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau luar ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti: air, iklim, hewan, dan sebagainya. Jadi, sesungguhnya sangat sukar bagi kita untuk menarik batas yang tegas antara ”diri kita sendiri” dengan ”lingkungan kita”.
b. Lingkungan dalam (internal environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar/alam. Akan tetapi makanan yang sudah di dalam perut kita, kita akan berada antara eksternal dan internal environment kita. Karena makanan yang sudah dalam perut kita sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan ke dalam pembuluh-pembuluh darah. Makanan dan air yang telah berada di dalam pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa, mereka mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh, dan benar-benar termasuk ke dalam internal environment atau lingkungan dalam.
c. Lingkungan sosial atau masyarakat (social environmet)
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara lengsung, seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga kita, teman-teman kita, kawan sekolah, sepekerjan, dan sebagainya.
Juga perlu diketahui bahwa dari semua lingkungan masyarakat yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga macam lingkungan belajar yaitu sebagai berikut:
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sebagai sumber balajar berkenaan dengan interaksi manusia dengan kehidupan masyarakat, seperti organisasi sosial, sdat dan kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, pendidikan, kependudukan, struktur pemerintahan, agama dan sistem nilai.
b. Lingkungan alam
Lingkungan alam berkenaan dengan segala sesuatu yang sifatnya alamiah seperti keadaan geografis, iklim, suhu udara, musim, curah hujan, flora, fauna, sumber daya alam.
c. Lingkungan buatan
Lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lingkungan buatan ini antara lain irigasi atau pengairan, bendungan, pertamanan, kebun binatang, perkebunan, penghijauan, dan pembangkit tenaga listrik.
3. Syarat-syarat lingkungan belajar
Ruang belajar mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan hasil belajar yang memenuhi hasil belajar seseorang. Setiap siswa hendaknya memilih ruang belajar yang memenuhi persyaratan fisik tertentu. Persyaratan yang diperlukan untuk ruang belajar adalah sebagai berikut:
a. Bebas dari gangguan
Vocsk mengatakan bahwa kesunyian tidaklah esensial untuk belajar dan tidak ada tempat yang mutlak sunyi. Tetapi, jika anda punya motivasi dan daya konsentrasi kuat, ditepi jalanpun bisa jadi sunyi buat anda. Kita tidak akan bisa memusatkan diri pada pelajaran apabila setiap kita sedang membaca buku atau menyelesaikan soal-soal, suara diluar demikian gaduhnya.
Ruang belajar juga harus bebas dari kemungkinan gangguan dari orang lain. Misalnya, jika kita belajar sambil menjaga toko tentu hasilnya tidak sebaik jika kita belajar tanpa kita sambil menjaga toko.
b. Sirkulasi dan suhu udara yang baik
Pada zaman modern ini, bagi mereka yang mampu tentu akan lebih baik menyediakan alat pengatur udara (AC). Namun jika tidak memiliki ruang yang sirkulasi udara yang cukup baik, maka carilah tempat dan waktu yang baik untuk itu. Suhu udara haruslah yang enak untuk diri anda, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Jika punya kamar sendiri dan kebetulan ventilasinya kurang baik, jangan segan-segan untuk membuat jendela.
c. Penerangan yang baik
Cahaya yang baik datangnya haruslah dari sisi atau atas kita dan bukan cahaya langsung. Cahaya yang jatuhnya kepermukaan buku secara tidak langsung, akan meringankan beban mata kita.

BAB VIII
PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS
Prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah -Iangkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
Atas dasar tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas dapat dikelompokkan dalam dua tindakan, yaitu:
Dimensi pencegahan (preventif) , merupakan tindakan dalam mengatur siswa dan peralatan serta format belajar mengajar yang tepat sehingga menimbulkan kondisi yang menguntungkan bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Prosedurnya dalam hal ini berupa langkah-Iangkah yang harus direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prosedur tindakan pencegahan ini diarahkan pada pelayanan perkembangan tuntutan dan kebutuhan siswa baik secara individual maupun kelompok-kelompok dapat berupa kegiatan contoh-contoh ataupun berupa informasi.
Dimensi kuratif, merupakan tindakan tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan itu tidak berlarut-Iarut. Dalam hal ini guru berusaha untuk menimbulkan kesadaran akan penyimpangan yang dibuat akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk rnemperbaiki diri sendiri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan dua tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas, maka prosedur pengelolaan kelas yang dapat dilakukan berkaitan dengan kedua tindakan tersebut, yaitu prosedur dimensi pencegahan/preventif dan prosedur dimensi kuratif.
Langkah-Iangkah yang harus ditempuh dalam pengelolaan pencegahan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.
2. Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai berikut:
a. Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
b Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.
c. Menciptakan suasana adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
3. Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap keseharian selalu "Apa adanya" tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.
4. Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan
Langkah ini mengharuskan guru agar mampu:
a. Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman -temannya.
b. Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.
c. Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
5. Menciptakan "kontrak sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus". Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus melalui "Kontrak sosial" dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki peraturan sekolah yang ada.

DAfTAR PUSTAKA

Boediono. . Kegiatan Belajar Mengajar Makalah Kurikulum Berbasis Kompetensi http : //www. Puskur. Or. Id / Data / Buku KBM. Pdf.Jakarta : Puskur, Balitbang,2002

Cooper, James M.  Classroom teaching Skills. Lexington : D.C. Heath and Company. Depdiknas. (1994).

Winkel, W.S Kamus pendidikan. Jakarta : Grasindo. 1987

Djadjamihardja, Didi R., dkk, Kurikulum SMU petunjuk pelaksanaan administrasi pendidikan di sekolah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen Dirdikmenun. 1994
.
Donelly, James H., Jr., Gibson, James L., and Ivancevich, John M.Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan serta efektivitas kepemimpinan. Jakarta : Institut Bankir Indonesia.1989
.
Hadiat,Management, principles and functions. Boston .1984

Rohani, Ahmad. Drs, M.Pd. Management. San Diego : Hardcourt Brace Jovanovich, Publishers. Rohani, Ahmad. Drs, M.Pd. 2004.

Vembriarto, St., dkk. Menjadi guru profesional. Bandung : Remaja Rosda Karya.1994

Kuratko, F. Donald, and Hodgetts, M. Richard, Pendidikan dan Pembelajaran, Teori, Permasalahan, dan Praktek. Malang: UMM Press 1998

Usman, Moh. Uzer. . Pengantar metode penelitian. Jakarta : Penerbit Universitas  Indonesia. Usman, Moh. Uzer. 2002.

Hersey & Blanchard, Pengelolaan Kelas. Bandung : Depdikbud P3G IPA. 1993

Hendyat Soetopo Management of organizational behavior – utilizing human resources. Sixth Edition. New Jersey : Prentice Hall International.Inc. . 2005
. .
Samana, A, Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.

Sevilla, Consuello G, dkk,Profesionalisme keguruan. Yogyakarta : Kanisius. 1993.

Yukl, Gary A, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 1998.
.
W.J.S., Poerwadarmita,Psikologi pengajaran. Jakarta : P.T. Gramedia. 2002

Wina Sanjaya, Tim Penyusun Kamus Pusat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.2005. 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar