http://tripwow.tripadvisor.com/tripwow/ta-074f-388e-fa04?ln maswin: 2025

Selasa, 09 Desember 2025

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA



 Problematika pendidikan agama di Indonesia bersifat multidimensional, mencakup aspek internal dari sistem pengajaran itu sendiri maupun tantangan eksternal dari lingkungan sosial yang majemuk dan era globalisasi. Berikut adalah beberapa problematika utama tersebut:

1. Kualitas Tenaga Pendidik 

Salah satu masalah krusial adalah ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap di banyak institusi. Masih banyak guru agama yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya ("tak ada rotan akar pun jadi"). Selain itu, rendahnya kesejahteraan dan terbatasnya kesempatan pengembangan profesional menyebabkan demotivasi di kalangan pendidik, yang berdampak langsung pada kualitas pengajaran secara keseluruhan.

 
2. Kurikulum dan Metode Pengajaran
Sistem dan metode pengajaran sering kali kurang variatif dan inovatif. Problematika kurikulum
 meliputi: 
>   Padatnya mater
i namun minim nilai yang tersampaikan.
  • Dominasi aspek kognitif, sementara aspek afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan) kurang mendapat perhatian serius.
  • Paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, yang menyebabkan pendidikan agama terkesan terpisah dari realitas sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan.
  • Kurangnya materi inklusif yang mengajarkan cara beragama dalam masyarakat majemuk Indonesia, sehingga guru menghadapi tantangan dalam mengelola keberagaman di kelas. 

3. Minat Belajar dan Karakter Peserta Didik

Tantangan juga datang dari siswa, seperti motivasi belajar yang rendah, kurangnya pemahaman terhadap materi yang diberikan, dan rendahnya kemampuan literasi (minat baca). Selain itu, pendidikan agama juga dihadapkan pada tantangan dekadensi moral di kalangan generasi muda.
4. Sarana dan Prasarana
Banyak lembaga pendidikan, terutama di daerah, masih menghadapi keterbatasan infrastruktur dan sumber daya, seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, dan media pembelajaran yang memadai. Keterbatasan dana juga menjadi kendala dalam pengembangan kualitas pendidikan secara umum.
5. Tantangan Eksternal dan Isu Kontemporer
Pendidikan agama di Indonesia juga menghadapi tantangan dari luar, antara lain:
  • Globalisasi dan kemajuan IPTEK yang membawa arus informasi tanpa filter, menuntut adaptasi metode pengajaran.
  • Isu radikalisme dan Islamofobia, yang menuntut pendidikan agama berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama.
  • Kesenjangan sosial-ekonomi yang turut mempengaruhi akses dan kualitas pendidikan. 
  • Secara keseluruhan, problematika ini menunjukkan perlunya penanganan yang komprehensif, tidak hanya sepotong-sepotong, untuk mewujudkan pendidikan agama yang berkualitas dan relevan dengan konteks keindonesiaan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. A. (2015). Islam sebagai Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyasa, E. (2017). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H. A. R. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan. Jakarta: Grasindo.
Kementerian Agama RI. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Kemenag RI.

TEKNIK SUPER VISI PENDIDIKAN

 


Teknik supervisi pendidikan adalah cara-cara yang digunakan oleh supervisor untuk memberikan bantuan profesional kepada para personel sekolah (khususnya guru), dengan tujuan meningkatkan mutu proses belajar mengajar dan pencapaian tujuan pendidikan. Teknik-teknik ini dapat diklasifikasikan berdasarkan sasarannya (individu atau kelompok) dan pendekatannya (langsung atau tidak langsung). 
Berikut adalah macam-macam teknik supervisi pendidikan:
1. Berdasarkan Sasarannya
  • Teknik Individual (Perorangan): Dilakukan secara tatap muka dengan satu guru untuk menyelesaikan masalah atau memberikan bimbingan spesifik. Contohnya:
    • Kunjungan Kelas: Supervisor mengamati langsung proses pembelajaran di kelas untuk mendapatkan data objektif.
    • Observasi Kelas: Pengamatan terencana dan teliti terhadap aktivitas guru dan siswa menggunakan instrumen tertentu.
    • Pertemuan Pribadi/Konferensi: Diskusi empat mata setelah observasi untuk memberikan umpan balik dan solusi masalah yang spesifik.
    • Saling Mengunjungi Kelas: Guru-guru saling mengunjungi kelas rekan kerjanya untuk berbagi pengalaman dan ide.
  • Teknik Kelompok (Group Techniques): Diterapkan kepada sekelompok guru yang menghadapi masalah atau kebutuhan yang sama. Contohnya:
    • Rapat Staf/Pertemuan Guru: Forum untuk mendiskusikan masalah umum, kebijakan baru, atau program sekolah.
    • Diskusi Kelompok: Membahas topik-topik tertentu yang relevan dengan peningkatan kualitas pengajaran.
    • Lokakarya (Workshop) dan Seminar: Kegiatan yang melibatkan pelatihan intensif atau penyampaian materi oleh ahli untuk meningkatkan keterampilan tertentu, seperti manajemen kelas atau metode pengajaran.
    • Pelatihan In-Service: Pelatihan berkelanjutan yang diadakan di tempat kerja. 
2. Berdasarkan Pendekatannya
  • Pendekatan Langsung (Direktif): Supervisor secara langsung memberikan arahan, petunjuk, atau solusi kepada guru. Supervisor lebih dominan dalam proses interaksi.
  • Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif): Supervisor bertindak sebagai fasilitator yang mendorong guru untuk mengidentifikasi masalahnya sendiri dan menemukan solusinya, dengan lebih banyak mendengarkan dan bertanya.
  • Pendekatan Kolaboratif: Supervisor dan guru bekerja sama secara setara dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis data, dan merencanakan perbaikan. Ini adalah gabungan dari pendekatan langsung dan tidak langsung. 
Pendekatan Modern

a. Peer Supervision (Supervisi Teman Sejawat)
Guru saling melakukan pengamatan dan memberi masukan secara setara, sehingga tercipta suasana pembinaan yang lebih demokratis.

b. Coaching dan Mentoring
Pendekatan yang menekankan percakapan berfokus solusi untuk memberdayakan guru dalam menemukan strategi perbaikan pembelajaran.

c. Supervisi Berbasis Data
Menggunakan data hasil belajar siswa, kehadiran, dan perilaku sebagai dasar untuk mengambil keputusan peningkatan kualitas pembelajaran.

d. Supervisi Digital atau E-Supervision
Pemanfaatan teknologi, seperti video pembelajaran, platform daring, dan instrumen digital untuk menilai serta menganalisis praktik mengajar.


Glickman, C. D., Gordon, S. P., & Ross-Gordon, J. M. (2018). SuperVision and Instructional Leadership: A Developmental Approach. Pearson.
Sergiovanni, T. J., & Starratt, R. J. (2007). Supervision: A Redefinition. McGraw-Hill.
Purwanto, M. N. (2010). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2012). Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bumi Aksara.

Jumat, 14 November 2025

 

Menyusun Sistem Evaluasi Pembelajaran 

Menyusun sistem evaluasi pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang matang dan pemahaman yang jelas tentang tujuan pembelajaran. Sistem yang baik harus holistik, valid, reliabel, dan adil.

Berikut adalah langkah-langkah utama dalam menyusun sistem evaluasi pembelajaran:

1. Menentukan Tujuan Evaluasi

Langkah pertama adalah menentukan apa yang ingin Anda capai melalui evaluasi.

  • Tujuan: Apakah untuk mengukur penguasaan materi (pengetahuan dan pemahaman), mengukur keterampilan (aplikasi dan praktik), mengukur sikap (afektif), atau untuk tujuan diagnostik (menemukan kelemahan)?

  • Fungsi: Apakah evaluasi berfungsi sebagai Formatif (untuk perbaikan selama proses) atau Sumatif (untuk penilaian akhir)?

2. Mengidentifikasi dan Mengembangkan Instrumen Penilaian

Instrumen harus selaras dengan tujuan pembelajaran dan domain yang diukur (kognitif, psikomotorik, afektif).

  • Aspek Kognitif (Pengetahuan):

    • Tes Tertulis: Pilihan ganda, esai, isian singkat.

    • Contoh Instrumen: Soal ujian, kuis.

  • Aspek Psikomotorik (Keterampilan/Aplikasi):

    • Tes Kinerja: Mengamati dan menilai proses atau hasil praktik siswa.

    • Contoh Instrumen: Rubrik untuk presentasi, checklists untuk praktik laboratorium, portofolio.

  • Aspek Afektif (Sikap/Nilai):

    • Pengamatan: Mengamati perilaku siswa di kelas atau dalam kelompok.

    • Contoh Instrumen: Skala sikap (misalnya, skala Likert), jurnal refleksi, catatan anekdot.

3. Menetapkan Kriteria Penilaian dan Standar Keberhasilan

Anda perlu menentukan bagaimana kinerja siswa akan diukur dan apa yang dianggap "berhasil."

  • Kriteria Penilaian: Tetapkan indikator yang jelas untuk setiap instrumen (misalnya, dalam rubrik, tentukan kriteria untuk nilai A, B, C, dst.).

  • Standar Kelulusan (KKM): Tentukan batas minimum penguasaan materi yang harus dicapai siswa. Misalnya, siswa harus mencapai minimal 75% dari total nilai untuk dianggap tuntas.

4. Melaksanakan Evaluasi

Lakukan evaluasi sesuai jadwal dan prosedur yang telah ditetapkan.

  • Waktu: Tentukan kapan evaluasi formatif (di tengah proses) dan sumatif (di akhir unit/semester) akan dilakukan.

  • Prosedur: Pastikan siswa memahami instruksi, alokasi waktu, dan peraturan selama evaluasi.

5. Menganalisis dan Menginterpretasikan Hasil

Setelah evaluasi, data perlu diolah dan dimaknai.

  • Analisis Kuantitatif: Hitung skor rata-rata, persentase penguasaan, dan distribusinya. Lakukan analisis butir soal (tingkat kesulitan, daya pembeda) untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen.

  • Interpretasi: Gunakan data untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa secara individu dan kelompok. Cari tahu konsep mana yang paling sulit dipahami.

6. Tindak Lanjut dan Umpan Balik (Feedback)

Hasil evaluasi harus digunakan untuk perbaikan. Ini adalah langkah paling penting dari sebuah sistem evaluasi.

  • Umpan Balik: Berikan umpan balik yang konstruktif dan spesifik kepada siswa tentang kinerja mereka, bukan hanya skor.

  • Tindak Lanjut Pembelajaran:

    • Remedial: Bagi siswa yang belum mencapai standar (KKM).

    • Pengayaan: Bagi siswa yang telah mencapai standar atau unggul.

  • Tindak Lanjut Pengajaran: Gunakan hasil untuk merefleksikan dan memperbaiki strategi pengajaran atau instrumen evaluasi yang digunakan di masa depan.

Prinsip Kunci

Sistem evaluasi harus mencerminkan proses pembelajaran secara keseluruhan, bukan hanya hasil akhir. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan berbagai metode dan instrumen (multiple measures) untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang capaian siswa

Selasa, 11 November 2025


Supervisi Akademik dan Supervisi Menejerial

1. Supervisi Akademik

Pengertian:
Supervisi akademik adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah untuk membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Fokusnya adalah aspek akademik atau pembelajaran di kelas, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.

Tujuan:

  • Meningkatkan kompetensi pedagogik guru.
  • Membantu guru mengatasi kesulitan dalam mengajar.
  • Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.

Contoh kegiatan:

  • Observasi kelas oleh kepala sekolah.
  • Pembinaan cara menyusun RPP dan media pembelajaran.
  • Diskusi atau refleksi hasil pembelajaran.


2. Supervisi Manajerial

Pengertian:
Supervisi manajerial adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah secara keseluruhan.
Fokusnya adalah aspek manajemen dan administrasi sekolah, bukan langsung pada pembelajaran.

Tujuan:

  • Meningkatkan kinerja manajemen sekolah.
  • Meningkatkan mutu layanan pendidikan.
  • Memastikan program sekolah berjalan sesuai rencana dan peraturan.

Contoh kegiatan:

  • Evaluasi administrasi sekolah (keuangan, sarpras, kepegawaian).
  • Monitoring pelaksanaan program sekolah dan RAPBS.
  • Pembinaan sistem manajemen mutu sekolah.

Perbedaan Utama

Aspek Supervisi Akademik Supervisi Manajerial
Fokus

Proses pembelajaran dan guru

Pengelolaan sekolah
Sasaran


Guru dan kegiatan belajar mengajar


Kepala sekolah dan tenaga kependidikan
Tujuan

Meningkatkan kualitas pembelajaran



Meningkatkan efektivitas manajemen sekolah
Pelaksana

Kepala sekolah atau pengawas akademik



Pengawas sekolah atau pejabat manajerial
Hasil





Guru profesional dan pembelajaran efektif




Sekolah terkelola dengan baik

Rabu, 29 Oktober 2025

 

                                  STAI AL MARHALAH AL ULYA

                                                              BEKASI                         

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL



Mata Kuliah       : Supervisi Pendidikan                              Dosen Pengampu : Hadi Winarno

Semester/Prodi : 5 / PAI                                                     Waktu     : 90 Menit



Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik!

1.  Mengapa supervisi pendidikan penting untuk diadakan, jelaskan dalam berbagai perspektif!

2.   Menurut pengamatan dan analisis saudara, apakah adanya kegiatan supervisi dalam dunia                        pendidikan dapat meningkatkan kualitas pendidikan? Jelaskan!

3.  Jelaskan, mengapa tujuan supervisi pendidikan adalah peningkatan layanan administrasi,                         peningkatan layanan pengelolaan/akademik, dan peningkatan kualitas pendidikan?

4.  Mengapa seorang supervisor pendidikan perlu memperhatikan prinsip-prinsip supervisi pendidikan?       Jelaskan!

5. Bagaimanakah sikap dan pandangan saudara ketika menumpai ada seorang supervisor pendidikan          mengabaikan prinsip-prinsip supervisi pendidikan dalam melaksanakan tugas supervisinya? Jelaskan!


Selamat mengerjakan!


 

                              


STAI AL MARHALAH Al-Ulya                                       BEKASI                         

Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah       : Perencanaan Pemblj.        Waktu : 90 Menit  Semester/Prodi : 5 / PAI


1.  Menurut pendapat anda, pentingkah matakuliah perencanaan pembelajaran diajarkan kepada mahasiswa calon guru!

2.   Dalam penulisan RPP/Modul Ajar  

    a.mengapa kegiatan                        pendahuluan(apaersepsi), proses (inti) dan penutup(evaluasi) harus ditulis berurutan,

 b.bagaima kalau dari satu kegiatan tersebut ditiadakan?

3.Berikan komentar anda terhadap sistem perencanaan pendidikan kita saat ini jika dipandang dari sisi kemajuan ilmu, teknologi dan seni!

4.Langkah-langkah dalam perencanaan pembelajaran meliputi:

     a.  Memahami kurikulum

     b.  Menguasai Materi

     c.  Menyusun RPP/Modul Ajar

     d.  Melaksanakan pembelajaran

    e.  Evaluasi hasil proses belajar                   mengajar yang telah dilaksanakan 

Bagaimana langkah yang saudara lakukan agar ke lima aspek di atas dapat di laksanakan dengan baik!


Selamat Mengerjakan..

 

 

 

  


Senin, 27 Oktober 2025

 









Pendidikan Pesantren di Era Globalisasi dalam Menuju Indonesia Emas

oleh : Hadi Winarno 

Abstrak

Pendidikan pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, memiliki peran strategis dan berkelanjutan dalam membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkarakter, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Era globalisasi menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi pesantren untuk melakukan transformasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran krusial pesantren dalam mencetak generasi emas yang tidak hanya menguasai ilmu agama dan teknologi, tetapi juga memiliki integritas moral, kemandirian, dan semangat moderasi beragama (wasathiyah Islam). Hasilnya menunjukkan bahwa integrasi kurikulum tradisional dengan kurikulum modern, penguatan literasi digital, serta pengembangan kewirausahaan merupakan kunci bagi pesantren untuk tetap relevan dan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian Indonesia Emas.

Pendahuluan

Visi Indonesia Emas 2045 menargetkan Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera pada perayaan satu abad kemerdekaan. Salah satu pilar utama untuk mencapai visi ini adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)¹. Di tengah arus globalisasi yang serba cepat dan tantangan moral-digital, lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren dituntut untuk beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya.

Pesantren memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat². Fungsinya yang holistik dalam membentuk karakter, moral, dan kemandirian santri menjadikannya pilar strategis dalam mempersiapkan generasi emas yang berintegritas dan kompeten. Karya ilmiah ini akan menguraikan bagaimana pendidikan pesantren menghadapi dinamika globalisasi dan perannya dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Tantangan dan Peluang Pesantren di Era Globalisasi

Tantangan

Arus globalisasi dan revolusi digital menghadirkan tantangan yang kompleks bagi pesantren, terutama pesantren tradisional. Tantangan utama meliputi:

 * Literasi Digital dan Infrastruktur: Banyak pesantren, khususnya di daerah terpencil, masih menghadapi keterbatasan dalam infrastruktur teknologi dan kurangnya literasi digital yang memadai di kalangan pengajar dan santri, berpotensi membuat lulusannya kurang siap bersaing di pasar kerja global³.

 * Degradasi Moral dan Ideologi Transnasional: Kemudahan akses informasi di era digital membuka peluang masuknya konten negatif dan paham keagamaan transnasional yang ekstrem, yang dapat menggerus nilai-nilai kebangsaan, moderasi beragama, serta kearifan lokal (local wisdom)⁴.

Peluang

Di sisi lain, globalisasi juga memberikan peluang besar bagi pesantren:

 * Pengembangan Model Pembelajaran Terintegrasi: Pesantren dapat mengintegrasikan kurikulum agama (kitab kuning) dengan ilmu pengetahuan umum, keahlian vokasional, dan penguasaan teknologi. Integrasi ini menghasilkan lulusan yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan spiritual, intelektual, dan keterampilan (skill).

 * Ekspansi Dakwah dan Jejaring: Pemanfaatan teknologi digital memungkinkan pesantren memperluas jangkauan dakwah dan nilai-nilai moderasi Islam ke audiens yang lebih luas, baik nasional maupun internasional⁵.  Selain itu, jejaring alumni yang kuat (ikatan keluarga santri) dapat dimanfaatkan untuk kolaborasi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

Peran Pesantren Menuju Indonesia Emas 2045

Pesantren memainkan peran vital dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045 melalui beberapa kontribusi kunci:

A. Pembentukan Karakter dan Moralitas Bangsa

Fokus utama pendidikan pesantren adalah pendidikan karakter (tarbiyah)⁶. Melalui sistem asrama (pondok) dan pembiasaan sehari-hari, pesantren menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab yang merupakan fondasi moral bagi calon pemimpin masa depan. Pendidikan moralitas ini menjadi benteng pertahanan terhadap dekadensi moral dan korupsi.

B. Pencetakan SDM Unggul dan Mandiri

Untuk mewujudkan Indonesia Emas, dibutuhkan generasi yang memiliki kemandirian dan keterampilan wirausaha. Banyak pesantren modern kini mengembangkan unit bisnis (koperasi, pertanian, industri kecil) dan memberikan pelatihan vokasional seperti desain grafis, coding, pertanian terpadu, hingga perbankan syariah⁷. Hal ini sejalan dengan tuntutan pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam pilar Indonesia Emas.

C. Penguatan Moderasi Beragama (Wasathiyah Islam)

Pesantren berperan sentral dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menanamkan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama (Wasathiyah Islam)^8. Santri dididik untuk memahami ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, menghargai perbedaan, dan menjadi agen perdamaian. Ini krusial dalam membangun ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang inklusif.

Penutup

Pendidikan pesantren di era globalisasi berada pada persimpangan antara tradisi dan modernitas. Untuk melahirkan Generasi Emas 2045 yang berintegritas, mandiri, dan berdaya saing global, pesantren harus terus melakukan transformasi yang bijak. Kunci keberhasilan terletak pada harmonisasi kurikulum, penguatan infrastruktur digital, dan pelestarian nilai-nilai moralitas serta moderasi beragama. Dengan demikian, pesantren tidak hanya menjadi penjaga tradisi keilmuan Islam tetapi juga pilar utama dalam pembangunan SDM unggul menuju Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera di tahun 2045.

Catatan Kaki

 ¹ Abdul Rasyid, "Pesantren dan Bonus Demografi dalam Mewujudkan Santri Unggul 2045 (Studi Wacana Visi Indonesia Emas)," Rabbani: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 2 (2022): 152.

 ² Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Pasal 4.

 ³ Imam Hanafi, Moh. Wardi, dan Eko Adi Sumitro, "Peran Pesantren Dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Pendidikan Karakter," Jurnal Ilmiah Edukatif 9, no. 2 (2023): 69-77.

 ⁴ Ricky Satria Wiranata, "Tantangan, Prospek dan Peran Pesantren dalam Pendidikan Karakter di Era Revolusi Industri 4.0," (2019): 1-15.

 ⁵ Mohammad Ghofirin, "Transformasi pesantren menuju Indonesia Emas 2045," ANTARA News, 21 Oktober 2025.

 ⁶ A. Sabiq, "Peran Pesantren Dalam Membangun Moralitas Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045," Wawasan: Jurnal Kediklatan Balai Diklat Keagamaan Jakarta 3, no. 1 (2022): 16-30.

⁷ Netralnews, "Peran Santri Menuju Indonesia Emas 2045," 16 Juni 2023, diakses 27 Oktober 2025.

 ⁸ K.H. Ma'ruf Amin, "Pesantren, Pilar Strategis Wujudkan Generasi Emas Indonesia," Komdigi, 22 Oktober 2021.


Daftar Pustaka

Amin, K.H. Ma'ruf. "Pesantren, Pilar Strategis Wujudkan Generasi Emas Indonesia." Komdigi, 22 Oktober 2021.

Ghofirin, Mohammad. "Transformasi pesantren menuju Indonesia Emas 2045." ANTARA News, 21 Oktober 2025.

Hanafi, Imam, Moh. Wardi, dan Eko Adi Sumitro. "Peran Pesantren Dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Pendidikan Karakter." Jurnal Ilmiah Edukatif 9, no. 2 (2023): 69-77.

Netralnews. "Peran Santri Menuju Indonesia Emas 2045." 16 Juni 2023. Diakses 27 Oktober 2025.

Rasyid, Abdul. "Pesantren dan Bonus Demografi dalam Mewujudkan Santri Unggul 2045 (Studi Wacana Visi Indonesia Emas)." Rabbani: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 2 (2022): 151-160.

Sabiq, A. "Peran Pesantren Dalam Membangun Moralitas Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045." Wawasan: Jurnal Kediklatan Balai Diklat Keagamaan Jakarta 3, no. 1 (2022): 16-30.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Wiranata, Ricky Satria. "Tantangan, Prospek dan Peran Pesantren dalam Pendidikan Karakter di Era Revolusi Industri 4.0." 2019.


Minggu, 26 Oktober 2025

Pondok Pesantren sebagai Penjaga Karakter Bangsa

(Memperingati Hari Santri, 22 Oktober 2025)

Oleh : Hadi Winarno

A. Pendahuluan

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki peran penting dalam membentuk moral dan karakter bangsa. Sejak masa pra-kemerdekaan, pesantren tidak hanya menjadi tempat menuntut ilmu agama, tetapi juga pusat perjuangan dan pembinaan nilai-nilai kebangsaan. Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pesantren adalah “subkultur yang melahirkan manusia beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.”¹

Di tengah krisis moral dan tantangan globalisasi, eksistensi pesantren semakin relevan. Nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, kesederhanaan, dan tanggung jawab yang diajarkan di pesantren menjadi benteng moral bagi generasi muda. Dengan demikian, pesantren berfungsi bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga karakter bangsa.

B. Pembahasan

1. Pesantren dan Pembentukan Karakter

Pesantren menekankan keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan moralitas. Santri tidak hanya diajarkan tentang ilmu agama, tetapi juga dilatih untuk hidup sederhana, disiplin, dan mandiri. Kiai Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sejati adalah “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.”²

Nilai-nilai pendidikan pesantren sejalan dengan konsep pendidikan karakter nasional, yang menekankan pentingnya integritas dan tanggung jawab sosial. Karakter seperti kejujuran dan kepedulian sosial tumbuh secara alami melalui kehidupan sehari-hari di pesantren.

2. Pesantren dalam Konteks Kebangsaan

Sejak masa perjuangan kemerdekaan, pesantren telah menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan. Tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).³
Pesantren menanamkan semangat nasionalisme religius, yaitu nasionalisme yang berakar pada nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Dalam konteks modern, pesantren juga berperan dalam memperkuat wawasan kebangsaan melalui pendidikan multikultural dan toleransi. Dengan semangat ukhuwah (persaudaraan), pesantren menjadi ruang pertemuan berbagai latar belakang sosial yang memperkuat keutuhan bangsa.

3. Tantangan Pesantren di Era Globalisasi

Era digital membawa tantangan baru bagi pesantren, terutama dalam menjaga otentisitas nilai di tengah arus budaya luar. Jika tidak diimbangi dengan literasi digital dan keterampilan abad ke-21, pesantren bisa tertinggal dalam kompetisi global.
Namun, tantangan ini sekaligus menjadi peluang. Dengan mengembangkan inovasi pendidikan dan teknologi, pesantren dapat melahirkan generasi santri yang berkarakter religius, kritis, dan kreatif. Menurut KH. Ma’ruf Amin, “Santri masa depan bukan hanya ahli fikih, tetapi juga harus ahli teknologi dan ekonomi syariah.”⁴

4. Pesantren sebagai Pusat Keteladanan Sosial

Selain fungsi pendidikan, pesantren juga menjadi pusat keteladanan sosial di masyarakat. Melalui kegiatan dakwah, sosial, dan ekonomi, pesantren memperkuat budaya gotong royong dan solidaritas. KH. Hasyim Muzadi pernah menyatakan bahwa “Pesantren adalah benteng terakhir moralitas bangsa di tengah derasnya arus globalisasi.”⁵
Dengan demikian, peran pesantren sebagai penjaga karakter bangsa tidak hanya bersifat internal bagi santri, tetapi juga eksternal bagi masyarakat sekitar.

C. Kesimpulan

Pondok pesantren telah membuktikan diri sebagai lembaga yang berperan besar dalam menjaga moralitas, nasionalisme, dan spiritualitas bangsa. Dalam dinamika zaman, pesantren terus beradaptasi tanpa kehilangan nilai-nilai keasliannya.

Pesantren menjadi benteng pertahanan bangsa di bidang karakter, mengajarkan bahwa kemajuan tidak boleh mengorbankan moral. Dengan kombinasi antara ilmu agama, kebangsaan, dan keterampilan modern, pesantren akan terus menjadi penjaga karakter bangsa menuju Indonesia yang berakhlak mulia dan berdaya saing tinggi.


  1. Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Jakarta: Desantara, 2001), hlm. 45.
  2. Ki Hajar Dewantara, Pendidikan dan Kebudayaan (Yogyakarta: Taman Siswa, 1962), hlm. 23.
  3. KH. Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Jombang: Tebuireng Press, 1938), hlm. 12.
  4. KH. Ma’ruf Amin, Pesantren dan Ekonomi Umat (Jakarta: LP3ES, 2019), hlm. 37.
  5. KH. Hasyim Muzadi, Pesantren dan Tantangan Global (Malang: Universitas Islam Malang, 2004), hlm. 18.

Jakarta, 22 Oktober 2025


Selasa, 21 Oktober 2025

 


A. Peran Supervisor sebagai Pengambil Keputusan

A. Pengantar

Supervisor dalam konteks pendidikan memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan kinerja guru. Salah satu peran penting yang dimiliki seorang supervisor adalah sebagai pengambil keputusan (decision maker). Keputusan yang diambil supervisor akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas proses belajar mengajar, pengembangan profesional guru, serta pencapaian tujuan lembaga pendidikan.

B. Pengertian Supervisor sebagai Pengambil Keputusan

Menurut Sergiovanni (1987), supervisi pendidikan adalah proses membantu guru dan staf sekolah dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya agar pembelajaran lebih efektif. Dalam menjalankan fungsi ini, supervisor perlu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan data dan analisis terhadap situasi sekolah.

Sebagai pengambil keputusan, supervisor berperan dalam menentukan langkah, strategi, atau kebijakan yang relevan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keputusan ini mencakup bidang akademik, manajerial, hingga pembinaan hubungan antarwarga sekolah.

C. Jenis Keputusan yang Diambil oleh Supervisor

  1. Keputusan Teknis (Technical Decisions)
    Meliputi keputusan yang berkaitan dengan metode, media, dan pendekatan pembelajaran yang efektif.
    Contoh: menentukan strategi supervisi kelas yang sesuai dengan karakteristik guru.
  2. Keputusan Administratif (Administrative Decisions)
    Berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia, waktu, dan sarana prasarana pendidikan.
    Contoh: menetapkan jadwal supervisi, pembagian tugas guru, atau alokasi pelatihan.
  3. Keputusan Akademik (Instructional Decisions)
    Berkaitan langsung dengan peningkatan mutu pembelajaran dan hasil belajar peserta didik.
    Contoh: memutuskan bentuk evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum.
  4. Keputusan Relasional (Interpersonal Decisions)
    Menyangkut hubungan dan komunikasi antara supervisor, guru, dan tenaga kependidikan.
    Contoh: mengambil keputusan dalam menyelesaikan konflik antar guru.

 

D. Prinsip dalam Pengambilan Keputusan Supervisi

Seorang supervisor harus berpegang pada prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang baik, antara lain:

  1. Berbasis Data (Data-Driven Decision) – keputusan harus didasarkan pada hasil observasi, penilaian, dan bukti empiris.
  2. Objektif dan Rasional – tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau emosional.
  3. Partisipatif – melibatkan guru dan staf sekolah dalam proses pengambilan keputusan untuk menciptakan rasa memiliki.
  4. Keadilan dan Transparansi – keputusan harus adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Kontekstual – disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, dan budaya sekolah.

 

E. Peran Supervisor dalam Proses Pengambilan Keputusan

  1. Sebagai Analis – mengidentifikasi masalah dan menganalisis akar penyebabnya sebelum membuat keputusan.
  2. Sebagai Konsultan – memberikan pertimbangan profesional bagi guru dalam menyelesaikan persoalan pembelajaran.
  3. Sebagai Fasilitator – menyediakan dukungan dan sumber daya untuk pelaksanaan keputusan.
  4. Sebagai Evaluator – menilai efektivitas keputusan yang telah diambil dan melakukan perbaikan bila diperlukan.
  5. Sebagai Pemimpin – memberikan arah dan inspirasi agar keputusan dapat dijalankan secara konsisten oleh seluruh warga sekolah.

 

B. Proses, Model,Etika, Stratehi Pengambilan Keputusan,

A. Proses Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah proses memilih satu di antara berbagai alternatif tindakan yang tersedia untuk memecahkan suatu masalah. Menurut George R. Terry (2003), pengambilan keputusan merupakan pemilihan alternatif perilaku dari dua atau lebih kemungkinan yang ada untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam konteks supervisi pendidikan, proses pengambilan keputusan melibatkan langkah-langkah sistematis agar keputusan yang diambil tepat, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tahapan Proses Pengambilan Keputusan:

1.Identifikasi Masalah
Supervisor mengenali permasalahan atau kebutuhan yang memerlukan keputusan, misalnya penurunan kualitas pembelajaran atau rendahnya motivasi guru.

2.Pengumpulan Informasi dan Data
Data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, atau laporan akademik untuk memahami situasi secara menyeluruh.

3. Analisis Alternatif
Supervisor merumuskan beberapa alternatif solusi beserta kelebihan dan kekurangannya.

4. Pemilihan Alternatif Terbaik
Alternatif dipilih berdasarkan pertimbangan rasional, efektivitas, dan dampaknya terhadap tujuan lembaga.

5. Pelaksanaan Keputusan
Keputusan dilaksanakan melalui koordinasi, pengarahan, dan dukungan sumber daya.

6. Evaluasi dan Umpan Balik
Hasil keputusan dievaluasi untuk mengetahui efektivitasnya dan menjadi dasar perbaikan di masa mendatang.

B. Model Pengambilan Keputusan

Terdapat beberapa model pengambilan keputusan yang biasa digunakan dalam organisasi pendidikan:

1.    Model Rasional (Rational Model)
Berdasarkan analisis logis dan sistematis terhadap data. Keputusan diambil setelah menimbang semua alternatif.

Contoh: Supervisor menggunakan data hasil supervisi kelas untuk menentukan pelatihan guru.

2.    Model Intuitif (Intuitive Model
Berdasarkan intuisi, pengalaman, dan penilaian pribadi tanpa analisis mendalam. Cocok digunakan saat waktu terbatas.

Contoh: Supervisor segera memutuskan strategi darurat ketika terjadi konflik mendadak di sekolah.

3.    Model Partisipatif (Participative Model)
Melibatkan banyak pihak (guru, staf, komite sekolah) dalam proses pengambilan keputusan.

Contoh: Penentuan jadwal supervisi melalui musyawarah bersama guru. 

4.    Model Inkremental (Incremental Model)
Keputusan diambil secara bertahap, melalui penyesuaian kecil yang berkelanjutan.

Contoh: Perubahan kurikulum dilakukan sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan sekolah.

5.    Model Campuran (Mixed Scanning Model)
Kombinasi antara model rasional dan inkremental — supervisor menganalisis secara umum lalu memperbaiki detail secara bertahap.

C. Etika Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan, aspek etika menjadi hal penting agar keputusan tidak hanya efektif, tetapi juga adil dan bermoral.

Prinsip Etika Pengambilan Keputusan:

1.                  Kejujuran (Integrity) – Keputusan harus diambil secara jujur berdasarkan data dan fakta.

2.                  Keadilan (Fairness) – Semua pihak harus diperlakukan setara tanpa diskriminasi.

3.                Tanggung Jawab (Accountability) – Supervisor bertanggung jawab atas konsekuensi            keputusan yang diambil. 

4.               Keterbukaan (Transparency) – Proses pengambilan keputusan harus terbuka dan dapat       dipertanggungjawabkan.

5.              Kepentingan Bersama (Common Good) – Keputusan harus diarahkan untuk                         kepentingan lembaga dan peserta didik, bukan kepentingan pribadi.

6.             Profesionalisme (Professional Ethics) – Keputusan harus sesuai dengan kode etik               profesi pendidikan.

          Etika menjadi penyeimbang antara rasionalitas dan nilai kemanusiaan agar keputusan            yang diambil tidak merugikan pihak lain. 

         D. Strategi Pengambilan Keputusan

Agar keputusan yang diambil efektif dan tepat sasaran, supervisor perlu menerapkan strategi tertentu, antara lain:

1.   Berbasis Data (Data-Based Decision Making)
     Mengandalkan hasil observasi, penilaian, dan data faktual sebagai dasar pengambilan       keputusan.

2.   Partisipatif dan Kolaboratif
     Melibatkan guru dan tenaga kependidikan agar keputusan yang diambil memiliki                 dukungan bersama (shared commitment).

3.   Konsultatif dan Reflektif
    Supervisor berdiskusi dan melakukan refleksi terhadap berbagai masukan sebelum            memutuskan langkah terbaik.

4.   Prioritas Masalah (Priority Setting)
    Menentukan tingkat urgensi masalah agar keputusan fokus pada hal yang paling                berdampak.

5.   Komunikatif
    Setelah keputusan diambil, supervisor menyosialisasikannya dengan jelas kepada            seluruh pihak yang terlibat agar pelaksanaannya efektif.

6.   Adaptif terhadap Perubahan
    Dalam era dinamis, supervisor harus siap meninjau ulang keputusan dan                            menyesuaikannya dengan situasi baru.