Rabu, 01 Oktober 2025
Hari Batik Nasional 2 Oktober 2025
Selasa, 30 September 2025
Perencanaan Pembelajaran
1. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah proses sistematis yang dilakukan guru atau pendidik untuk merancang kegiatan belajar mengajar agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam perencanaan ini, guru menyusun tujuan, materi, metode, media, serta penilaian yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Intinya, perencanaan pembelajaran adalah peta jalan yang memandu proses belajar agar lebih terarah, terukur, dan bermakna.
2. Desain Perencanaan Pembelajaran
Desain perencanaan pembelajaran merupakan rangka atau model penyusunan pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk dokumen seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) atau Silabus.
Komponen utama dalam desain perencanaan pembelajaran meliputi:
-
Tujuan pembelajaran → kompetensi yang harus dicapai siswa.
-
Analisis kebutuhan belajar → karakteristik peserta didik, gaya belajar, kesiapan.
-
Materi pembelajaran → isi atau topik yang akan dipelajari.
-
Strategi & metode → pendekatan (misalnya saintifik, problem based learning).
-
Media & sumber belajar → buku, video, lingkungan, teknologi.
-
Langkah kegiatan → kegiatan pendahuluan, inti, penutup.
-
Penilaian & evaluasi → tes, portofolio, observasi, refleksi.
3. Fungsi Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa fungsi utama:
-
Sebagai pedoman → memberi arah dan acuan guru dalam mengajar.
-
Mengoptimalkan pembelajaran → agar kegiatan belajar lebih efektif, efisien, dan sesuai tujuan.
-
Mengantisipasi hambatan → guru bisa menyiapkan alternatif strategi jika ada kendala.
-
Menjamin keterpaduan → menyatukan tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi secara sistematis.
-
Mempermudah evaluasi → membantu menilai sejauh mana tujuan tercapai.
-
Meningkatkan profesionalitas guru → guru lebih siap, terukur, dan reflektif dalam mengajar.
Jadi, perencanaan pembelajaran bisa dipahami sebagai:
-
Pengertian: proses sistematis menyusun pembelajaran.
-
Desain: kerangka yang memuat tujuan, materi, metode, media, evaluasi.
-
Fungsi: pedoman, pengarah, pengendali, serta alat evaluasi pembelajaran.
KORUPSI
1. Pengertian Korupsi
Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, atau kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan cara melanggar aturan hukum dan etika. Secara umum, korupsi identik dengan perbuatan tidak jujur, manipulatif, dan merugikan kepentingan publik atau negara.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi mencakup perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain/korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
2. Bentuk-Bentuk Korupsi
Beberapa bentuk korupsi yang umum terjadi, antara lain:
-
Suap (bribery) → pemberian atau penerimaan sesuatu (uang/barang/jasa) untuk memengaruhi keputusan.
-
Penggelapan (embezzlement) → penyalahgunaan aset/uang negara atau organisasi oleh pihak yang diberi kewenangan.
-
Nepotisme → mengutamakan keluarga atau kerabat dalam jabatan, proyek, atau kesempatan.
-
Penyalahgunaan wewenang (abuse of power) → menggunakan jabatan/kekuasaan untuk keuntungan pribadi.
-
Mark up / mark down → penggelembungan harga dalam proyek atau laporan keuangan.
-
Pemerasan (extortion) → memaksa orang lain memberi sesuatu dengan ancaman atau tekanan.
-
Gratifikasi ilegal → penerimaan hadiah yang berkaitan dengan jabatan, baik secara langsung maupun tidak.
-
Perdagangan pengaruh (trading in influence) → menggunakan kedekatan dengan pejabat untuk mendapatkan keuntungan.
3. Penyebab Korupsi
Korupsi muncul karena berbagai faktor, baik dari individu maupun sistem:
Faktor Individu (internal)
-
Keserakahan dan moralitas yang rendah.
-
Gaya hidup konsumtif dan hedonis.
-
Lemahnya integritas dan rasa tanggung jawab.
Faktor Lingkungan/Sistem (eksternal)
-
Lemahnya penegakan hukum.
-
Kurangnya transparansi dan akuntabilitas.
-
Gaji atau kesejahteraan pegawai yang rendah.
-
Budaya permisif (masyarakat menganggap korupsi hal biasa).
-
Adanya celah birokrasi yang berbelit sehingga membuka peluang suap.
Sasaran Supervisi Akademik (SP Akademik)
Supervisi Akademik pada
dasarnya bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas melalui
pembinaan profesional guru. Sasaran utamanya mencakup:
1. Peningkatan
Kompetensi Guru
Kompetensi
pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian.
Guru lebih mampu merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
2. Perbaikan
Proses Pembelajaran
Menjadikan pembelajaran lebih
aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan berpusat pada peserta didik.
3. Peningkatan
Kualitas Hasil Belajar
Dengan
pembelajaran yang baik, capaian belajar siswa akan meningkat.
4. Pembinaan
Profesionalisme Berkelanjutan
Supervisi bukan hanya menilai,
tetapi juga membimbing agar guru terus berkembang sesuai tuntutan kurikulum dan
IPTEK.
Peran Supervisor Akademik
Supervisor akademik (biasanya
kepala sekolah, pengawas, atau dosen pembimbing) memiliki beberapa peran
penting, di antaranya:
1. Peran
sebagai Evaluator
Menilai pelaksanaan
pembelajaran guru berdasarkan standar yang berlaku.
2. Peran
sebagai Konsultan/Pembimbing
Memberi
saran, masukan, dan solusi atas kendala yang dihadapi guru dalam
proses
belajar-mengajar.
3. Peran
sebagai Motivator
Mendorong
dan menginspirasi guru untuk berinovasi, kreatif, dan percaya diri
dalam
mengajar.
4. Peran
sebagai Fasilitator
Menyediakan
sumber belajar, media, atau kesempatan pelatihan agar guru
dapat
meningkatkan kompetensinya.
5. Peran
sebagai Kolaborator
Mengajak
guru berdiskusi, berbagi pengalaman, dan bekerja sama dalam
merancang
strategi pembelajaran.
Jadi, sasaran SP Akademik
adalah meningkatkan mutu guru dan pembelajaran, sedangkan peran supervisor
adalah membimbing, mengevaluasi, dan memfasilitasi guru agar berkembang
profesional.
SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Kedudukan Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan menempati posisi penting dalam sistem
pendidikan sebagai bagian dari manajemen pendidikan. Supervisi menjadi alat
untuk:
- Meningkatkan
kualitas pembelajaran.
- Membantu
guru dalam mengembangkan kompetensinya.
- Menjadi
jembatan antara kebijakan pendidikan dengan praktik di sekolah.
Kedudukannya bukan sebagai “pengawas” yang mencari kesalahan, melainkan sebagai mitra pembina untuk perbaikan proses belajar-mengajar.
2. Fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi supervisi pendidikan meliputi:
- Fungsi
pengembangan → meningkatkan kemampuan profesional
guru.
- Fungsi
pembinaan → membina hubungan kerja yang harmonis
antarpendidik.
- Fungsi
evaluasi → menilai keberhasilan proses
pembelajaran.
- Fungsi
motivasi → memberi dorongan agar guru lebih
semangat dan kreatif.
- Fungsi
koordinasi → menyinergikan kegiatan pendidikan agar
selaras dengan tujuan sekolah.
3. Prinsip Supervisi Pendidikan
Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam supervisi antara
lain:
- Ilmiah
→ berdasarkan data yang objektif.
- Demokratis
→ menghargai pendapat dan kerja sama.
- Konstruktif
dan kreatif → memberi solusi, bukan sekadar kritik.
- Kontinu
→ dilakukan secara berkesinambungan.
- Kooperatif
→ melibatkan semua pihak dalam suasana saling percaya.
- Humanis → memperhatikan aspek psikologis guru dan peserta didik.
4. Teknik Supervisi Pendidikan
Teknik supervisi dibagi menjadi dua:
- Teknik
Individual
- Kunjungan
kelas
- Percakapan
pribadi (individual conference)
- Observasi
kelas
- Supervisi
klinis
- Teknik
Kelompok
- Diskusi
kelompok
- Rapat
guru
- Workshop
atau pelatihan
- Lesson
study
- Demonstrasi pembelajaran
5. Proses Supervisi Pendidikan
Tahapan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan:
- Perencanaan
→ Menyusun tujuan, program, dan metode supervisi.
- Pelaksanaan
→ Melakukan observasi, kunjungan, atau pembinaan sesuai rencana.
- Evaluasi
→ Menganalisis data hasil supervisi, baik kelebihan maupun kekurangan.
- Tindak
Lanjut → Memberikan rekomendasi, bimbingan, atau
pelatihan lanjutan untuk peningkatan mutu pembelajaran.
Jumat, 26 September 2025
Marpala Gamabi : Harmoni Ilmu, Jiwa, dan Lingkungan
Mahasiswa sering digambarkan sebagai kelompok muda yang penuh semangat, idealisme, dan keberanian. Mereka bukan hanya menuntut ilmu di ruang-ruang kelas, tetapi juga mencari pengalaman hidup di luar bangku kuliah. Salah satu jalannya adalah melalui organisasi pecinta alam. Dari sanalah tumbuh pribadi yang tangguh, peduli, dan memiliki kesadaran mendalam tentang hubungan manusia dengan alam semesta.
Pecinta alam di kalangan mahasiswa bukan sekadar perkumpulan hobi mendaki gunung atau berkemah. Lebih dari itu, ia adalah sekolah kehidupan. Di sana, mahasiswa belajar arti persaudaraan, ketahanan fisik dan mental, serta tanggung jawab sosial. Setiap langkah di jalur pendakian, setiap malam yang dilalui di bawah bintang, dan setiap tetes keringat yang tercurah dalam kegiatan alam bebas, menjadi guru yang tak tertulis dalam kurikulum perkuliahan.
Alam memberikan pelajaran kejujuran dan kesederhanaan. Di puncak gunung, mahasiswa pecinta alam menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan ciptaan Tuhan. Di dasar jurang, mereka belajar untuk selalu waspada. Saat menolong teman yang kelelahan, tumbuh nilai solidaritas yang tidak tergantikan. Semua itu menjadi bekal karakter yang menguatkan identitas mahasiswa sebagai agen perubahan.
Namun, menjadi pecinta alam bukan hanya soal petualangan. Ada tanggung jawab moral yang harus dipikul. Alam hari ini menghadapi ancaman: hutan gundul, pencemaran sungai, hilangnya satwa, dan krisis iklim yang kian nyata. Mahasiswa pecinta alam hadir membawa kesadaran kritis—menyuarakan perlunya pelestarian, menginisiasi aksi penghijauan, hingga terjun langsung menjadi relawan saat bencana melanda. Di situlah terjalin harmoni antara ilmu pengetahuan yang mereka peroleh di kampus dan pengabdian nyata bagi lingkungan.
Marpala Gamabi, adalah simbol keseimbangan. Mereka menggabungkan intelektualitas dengan jiwa petualang, mengawinkan idealisme dengan kepedulian sosial, serta memadukan cinta tanah air dengan cinta alam semesta. Dari ruang diskusi hingga hutan belantara, dari kampus hingga tebing curam, mereka hadir sebagai wajah generasi muda yang tidak hanya berpikir untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk sesama manusia dan bumi tempat berpijak.
"Mencintai alam bukan hanya dengan mendaki gunung, tapi juga dengan
menjaga setiap pohon, sungai, dan makhluk hidup di dalamnya. Ingat, kalian
adalah penjaga masa depan, dan alam yang kita tinggali saat ini adalah pinjaman
dari anak cucu kita nanti." (Hadi Winarno, Pra Diklatsar, STIT Al Marhalah Al Ulya Bekasi, 27 Sepetember 2025)
Pra diklatsar di kampus STAI Al Marhalah Al Ulya Bekasi, Anggota Marpala Gamabi merasakan makna lebih dalam dari sekadar aktivitas fisik. Ada pesan moral yang selalu menyertai: menjaga alam berarti menjaga kehidupan.
Pada akhirnya, mahasiswa dan pecinta alam adalah cermin dari kesadaran hidup: belajar, berjuang, dan menjaga. Mereka bukan hanya pencari ilmu, tetapi juga penjaga alam. Dan selama semangat itu tetap hidup, akan selalu ada harapan bahwa bumi ini tetap lestari nilai kepedulian tidak akan terputus oleh zaman. di tangan generasi ppenerus.
Bekasi, 28 September 2025
Selasa, 23 September 2025
PPL STAI Al Marhalah Al-Ulya Berakhir: Jejak
yang Tak Terlupakan
Hari
demi hari berlalu, akhirnya Program Pengalaman Lapangan (PPL) STAI Al Marhalah
Al-Ulya resmi berakhir. Perjalanan yang dimulai dengan penuh semangat dan rasa
penasaran itu kini menorehkan jejak kenangan yang tak akan mudah dilupakan.
Selama
masa PPL, para mahasiswa bukan hanya belajar mengajar atau mengamati, tetapi
juga merasakan denyut kehidupan nyata di lapangan. Mereka berinteraksi dengan
guru, siswa, dan masyarakat; mencoba memahami dinamika kelas; serta menguji
kesabaran sekaligus ketangguhan diri. Setiap tantangan yang muncul menjadi guru
terbaik, mengajarkan bahwa dunia pendidikan membutuhkan lebih dari sekadar
teori—ia butuh keikhlasan, kedewasaan, dan rasa peduli.
Berakhirnya
PPL bukan berarti perjalanan usai. Justru, inilah awal dari langkah baru:
langkah menuju kedewasaan akademik dan pengabdian yang sesungguhnya. Pengalaman
yang didapat akan menjadi bekal berharga saat nanti mereka terjun sebagai
pendidik, pemimpin, atau penggerak masyarakat.
Hadi
Winarno selaku ketua III STAI Al Marhalah Al Ulya Bekasi yang menghadiri
penutupan PPL di SMPIT Ibnu Rusyd mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada
kepala sekolah, guru pembimbing serta seluruh dewan guru, yang telah mau
meluangkan waktu untuk membimbing mahasiswa STAI Al Marhalah Al Ulya Bekasi.
Hadi Winarno juga meminta maaf kepada kepala sekolah dan seluruh guru SMPIT
Ibnu Rusyd jika ada kesalahan atau kekurangan yang dilakukan oleh para
mahasiswa.
Ibu
Ana selaku kepala sekolah SMPIT Ibnu Rusyd dalam sambutannya mengatakan
terimakasih kepada pimpinan STAI Al Marhalah Al Ulya Bekasi yang telah mengirim
mahasiswanya untuk PPL disekolah yang dipimpinnya. Kehadiran mahasiswa PPL di
SMPIT Ibnu Rusyd sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah,
khususnya dibidang extra kurikuler dan beliau selaku kepala sekolah berharap
waktu pelaksanaan PPL agak lebih panjang
dan mengirim banyak mahasiswa.
Syarifuddin
yang di SMPIT Ibnu Rusyd dipanggil Ust. Udin selaku perwakilan mahasiswa PPL
mengatakan bahwa PPL ini merupakan pengalaman berharga bagi hidupnya, karena
bisa banyak belajar tentang ketrampilan komunikasi, baik saat mengajar siswa
atau dengan para dewan guru. Ust Udin juga berharap kepada Ibu Ana selaku
kepala sekolah untuk mengijinkan bisa datang lagi baik itu membantu kegiatan
sekolah atau untuk kegiatan mengambil data pelitian bahan skripsi.
Akhirnya kegiatan PPL ini ditutup dengan penandatanganan MOU antara STAI Al Marhalah Al Ulya Bekasi dengan SMPIT Ibnu Rusyd Bekasi.
Kini,
meski PPL sudah selesai, diharapkan mahasiswa tetap semangat untuk terus
belajar dan mengabdi. Sebab, jejak yang telah ditinggalkan di lapangan akan
selalu menjadi pengingat bahwa ilmu sejati adalah yang bermanfaat bagi sesama.
Sabtu, 20 September 2025
Karang Taruna RW 07 Pesanggrahan: Patriot Penjaga Budaya Daerah
Di sebuah sudut Jakarta Selatan, tepatnya di Kelurahan Pesanggrahan, berdiri sebuah komunitas pemuda yang tidak hanya berperan sebagai penggerak sosial, tetapi juga sebagai benteng terakhir pelestarian budaya. Mereka adalah Karang Taruna RW 07 Pesanggrahan, sebuah organisasi kepemudaan yang dengan penuh semangat mengemban misi menjaga warisan leluhur dari arus globalisasi yang kian deras.
Bagi Karang Taruna RW 07, menjadi pemuda bukan sekadar tentang energi dan kreativitas, melainkan juga tentang keberanian menjadi patriot—penjaga identitas daerah. Mereka sadar, budaya adalah jati diri bangsa. Tanpa budaya, masyarakat akan tercerabut dari akarnya, kehilangan arah, dan mudah larut dalam hegemoni modernitas.
Setiap kegiatan yang digelar oleh Karang Taruna selalu berorientasi pada penguatan nilai budaya. Mereka menghidupkan kembali seni-seni tradisional Betawi yang nyaris pudar, seperti lenong, gambang kromong, marawis. Tak jarang, mereka mengadakan pentas budaya di tingkat RW, menghadirkan suasana guyub yang hangat, sekaligus memperkenalkan kepada generasi muda bahwa tradisi adalah kebanggaan, bukan beban masa lalu.
Tak hanya seni pertunjukan, Karang Taruna RW 07 juga menjadi wadah pembelajaran nilai gotong royong. Dalam setiap kegiatan sosial, mulai dari kerja bakti hingga bakti sosial, selalu ada pesan budaya yang disisipkan: bahwa solidaritas adalah warisan luhur masyarakat Indonesia. Mereka percaya, jika semangat kebersamaan terus dijaga, maka budaya akan tetap hidup dan berkembang seiring zaman.
Lebih dari itu, mereka juga aktif melakukan edukasi kepada anak-anak dan remaja. Melalui program pelatihan penulisan dan diskusi budaya, Karang Taruna RW 07 memastikan bahwa generasi muda tidak hanya mengenal budaya dari buku pelajaran, melainkan juga merasakannya secara nyata. Dengan cara itu, mereka berharap muncul generasi penerus yang bangga dan siap melanjutkan estafet pelestarian.
Seorang tokoh masyarakat Pesanggrahan, Hadi Winarno, menegaskan:
“Pemuda yang mencintai budaya adalah pemuda yang tidak pernah kehilangan arah. Karang Taruna RW 07 telah menunjukkan, bahwa menjaga tradisi adalah bentuk nyata patriotisme di era modern.”
Keberadaan Karang Taruna RW 07 Pesanggrahan adalah bukti nyata bahwa di balik hiruk pikuk kota besar, masih ada sekelompok pemuda yang teguh menjaga identitas lokal. Mereka tidak sekadar berorganisasi, tetapi juga berjuang, menjaga, dan merawat warisan leluhur dengan hati.
Merekalah patriot sejati, penjaga budaya daerah, yang terus berikhtiar agar tradisi tidak hanya menjadi kenangan, tetapi tetap hidup, bernapas, dan menyatu dengan denyut nadi masyarakat.
Pesanggrahan, 21 September 2025
Jumat, 19 September 2025
Kader HMI Harus Mandiri dan Militan
Sejak berdirinya pada 5 Februari 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah memainkan peran penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai organisasi kader, HMI tidak hanya mencetak mahasiswa berprestasi secara akademis, tetapi juga melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berpengaruh di berbagai bidang. Kunci dari keberhasilan tersebut terletak pada karakter kader HMI yang mandiri dan militan.
Kemandirian Kader
Kemandirian adalah ciri khas kader HMI yang sejati. Seorang kader tidak boleh menggantungkan pemikiran, tindakan, bahkan masa depannya pada orang lain. Kemandirian itu tampak dalam kemampuan berpikir kritis, bersikap dewasa, dan bertanggung jawab atas segala pilihan hidup.
Nurcholish Madjid, salah satu tokoh besar HMI, pernah menekankan pentingnya kemandirian intelektual. Menurutnya, mahasiswa harus menjadi insan akademis yang merdeka dalam berpikir, tidak mudah terikat pada dogma yang membelenggu kreativitas dan daya cipta. Dengan kemandirian inilah, kader HMI dapat menjadi motor perubahan yang membawa pencerahan bagi masyarakat.
Kemandirian juga berarti keberanian untuk mandiri secara ekonomi. Kader HMI harus mengasah kemampuan wirausaha, manajemen diri, dan tidak hanya bergantung pada orang tua atau bantuan pihak luar. Seorang kader yang mandiri secara finansial akan lebih bebas menentukan sikap, tidak mudah terjebak pada kepentingan pragmatis, dan mampu membiayai perjuangannya sendiri.
Militansi dalam Perjuangan
Selain mandiri, kader HMI dituntut untuk militan. Militansi berarti memiliki semangat juang yang tinggi, konsisten, serta pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Militansi kader HMI teruji dalam berbagai fase sejarah bangsa: dari masa perjuangan kemerdekaan, penegakan demokrasi, hingga era reformasi.
Lafran Pane, pendiri HMI, pernah menyampaikan bahwa mahasiswa Islam harus memiliki daya juang untuk mengabdi pada agama, bangsa, dan tanah air. Militansi itu tampak dalam kesungguhan kader untuk berorganisasi, beribadah, dan membela kebenaran, meskipun harus berhadapan dengan risiko besar.
Militansi bukan berarti keras kepala tanpa arah, melainkan sikap konsisten dalam menegakkan nilai-nilai Islam, keadilan, dan kebenaran. Seorang kader militan akan terus belajar, berkorban, dan berjuang tanpa mengharapkan balasan selain ridha Allah SWT.
Kader Pemimpin Perubahan
Kemandirian dan militansi adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Kemandirian memberi arah, sedangkan militansi memberi energi perjuangan. Kader HMI yang memiliki keduanya akan tampil sebagai pemimpin yang berintegritas, visioner, dan kokoh dalam menghadapi tantangan zaman.
Bukti nyata dapat kita lihat dari lahirnya banyak tokoh bangsa dari rahim HMI. Mulai dari cendekiawan, birokrat, politisi, hingga aktivis masyarakat sipil, mereka semua ditempa dalam kultur kemandirian dan militansi.
Maka, tugas kader hari ini adalah melanjutkan tradisi itu dengan memperkuat diri secara intelektual, spiritual, ekonomi, dan sosial. Dengan begitu, HMI akan tetap menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya insan cita yang mampu mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.
Bekasi, 19 September 2025
Minggu, 20 Juli 2025
UBRUG DAN LENONG MEMBUAT GEGER WARGA
CILEGON - BANTEN
CILEGON, 20 Juli 2025.
Sejuknya CCM (Cilegon Center Mall) menjadi hangat karena kehadiran warga
Cilegon di acara Diskusi Budaya dan Desiminasi Pertunjukan Lenong Betawi Dan
Ubrug Banten yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK)
BPK Wilayah VIII. Acara ini selain dihadiri pengunjung mall juga dihadiri pelajar
SMPN 1, SMPN 2, penggiat seni UBRUG Banten, Penggiat Seni Lenong, Dewan
Kebudayaan Kota Cilegon, Kabid Kebudayaan Kota Cilegon, tokoh Kampung Silat
Petukangan bang Haji Noval dan seorang akademisi yang juga pecinta seni rakyat
pesanggrahan yaitu Hadi Winarno.
Acara ini dibuka oleh Kadisdikbud
Kota Cilegon, Ibu Hj. Heni Anita Susila. Dalam sambutannya ibu Heni mengatakan
bahwa diskusi yang diselenggarakan di Mall ini merupakan pertama kali digelar,
apalagi dilanjutkan pertunjukan seni. Beliau juga punya rencana bahwa di Kota
Cilegon akan diadakan BUDAYE CILEGON FEST & INTERNASIONAL FOLK – ART
2025 tanggal 6 – 11 Agustus 2025 di Alun - alun Kota Cilegon yang akan
menampilkan budaya dari Indonesia, Rusia, Bulgaria, Korea Selatan, India dan
komunitas seni budaya kota Cilegon. Masih menurut bu Heni, acara
diselenggarakan dalam rangka untuk memperkuat citra Cilegon sebagai kota
industri yang kaya budaya.
Sedangkan ibu Lita
Rahmiati selaku kepala BPK wilayah VIII mengucapkan terimakasih kepada seluruh
warga yang hadir untuk menyaksikan kegiatan diskusi ini, beliau juga bangga kepada
semua pihak baik itu pemda Kota Cilegon dan masyarakat khususnya para pelajar
Kota Cilegon.
Sebelum diskusi
dilaksanakan, ditampilkan pembacaan puisi oleh pelajar Kota Cilegon dengan
menggunakan bahasa daerah Cilegon. Dan juga dilanjutkan penampilan grup band
Orro yang menyanyikan lagu andalan berjudul “Katuran Rawuh”. Grup band Orro
kali ini juga tampil mengiringi penampilan seni Ubrug.
Diskusi Budaya
menampilkan narasumber Kang Bahroni yang membahas asal seni teater rakyat
Ubrug, bang Abdul Azis yang merupakan ketua Sanggar Seni Bintang Timur, membahas
asal kata Lenong dan perkembanganya sampai saat ini. Diskusi ini banyak menarik para pengunjung
untuk bertanya tentang Ubrug, yang menurut Kang Bahroni bahwa “Ubrug itu teater
seni rakyat yang ada sejak lama”,tapi menurut peserta diskusi ternyata banyak
warga Cilegon yang tidak tahu tentang Ubrug. Salah satu peserta diskusi yaitu
Ibu Neng guru pengajar dari SMPN 2 Cilegon yang lebih mengenal Lenong dari pada
Ubrug. Ibu Neng bertanya kepada Kang Bahroni, “apa langkah jangka pendek,
menengah dan panjang agar seni teater Ubrug lebih dikenal seperti Lenong”.
Dalam wawancara terpisah Hadi
Winarno mengatakan pada reporter bahwa, acara ini sangat menarik untuk ditindak
lanjuti oleh semua pihak yang terkait, khususnya para pelaku seni. Para pelaku seni diharapkan siap menghadapi
persaingan budaya global yang tentunya bisa melemahkan budaya lokal. Hadi
Winarno juga berpesan bahwa, pelaku seni juga harus “melek teknologi” agar bisa
mengemas budaya lokal untuk tampil di media sosial.
Acara ini ditutup dengan
penampilan seni Ubrug dengan judul “Mat Pelor” dan Lenong Denes dengan lakon “Stambul
Kumis Baplang”
Kamis, 12 Juni 2025
TOPENG BLANTEK di Festival Teater Tradisional 2025
Di tengah senja ibu kota dan hingar-bingar kehidupan di Jakarta, kemeriahan pentas tradisional berhasil memikat publik pada Rabu sore (12/6/2025).
Gedung Kesenian Jakarta, menjadi saksi bisu hadirnya seni pertunjukan budaya Betawi, Topeng Blantek. Kesempatan kali ini, grup Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena menampilkan teater dengan lakon "Sarba Mayangsari" yang dituntun oleh Nasir Mupid selaku sutradaranya.
Lakon ini merupakan cerita rakyat dari Betawi yang mengisahkan tentang Sarba, seorang pria berusia 40 tahun yang belum juga menikah.
Sarba adalah potret klasik lelaki tua yang diincar sahabat dan lingkungan karena tak kunjung menjadi nahkoda kapal rumah tangga.
Sampai puncaknya, sebab rayuan dan tekanan sosial yang semakin membisingi telinganya, Sarba menerima pinangan dari H. Marzuki untuk menikahi putrinya, Mayangsari. Namun, keindahan tak sedikitpun menghiasi rumah tangganya.
Tahun demi tahun sudah mereka lalui, tetapi belum juga dikaruniai keturunan oleh sang Ilahi. Problem ini membuat Sarba dihantui kegelisahan dan rasa malu.
Hal ini menyebabkan Sarba mengucapkan janji di Gunung Batu Sempuh Tanggrang.
"Apabila istri saya hamil, maka saya akan membawa bekakak kebo," janji Sarba.
Tapi sayangnya takdir berkata lain, Tuhan pun menganugerahi anak lelaki diperut Mayangsari.
Kejadian tragis datang, Sarba meninggal dunia akibat kutukan sumpah yang ia lontarkan di Gunnung Batu Sempuh belum dipenuhi. Janji yang terabaikan menyebabkan kutukan pasti.
Sarba Mayangsari bukan tentang hiburan semata, melainkan satire sosial yang menyajikan konflik ruhani manusia, beban tradisi, dan konsekuensi terhadap janji.
Kisah ini dikemas dalam gaya khas, Topeng Blantek yang diiringi musik, dialog jenaka, serta olahan tubuh yang energik.
Pentas ini menjadi sukses karena memadukan unsur humor, kritik, serta nilai-nilai budaya secara sempurna.
Pementasan ini diperankan oleh generasi muda seperti Aziz, Adel, Apik, Aping, Ahsan, Rey dan masih banyak lagi.
Mereka berhasil membawakan lakon ini dengan kuat dan seolah membuat kita hadir pada kejadian tersebut.
Pementasan ini dihadiri juga oleh penggiat budaya Betawi yaitu bang Haji Noval pembina kampung Silat Petukangan dan Hadi Winarno pembina sanggar Ondel² Pesanggrahan.
Suara Hati Penonton
Hadirnya pementasan ini disambut hangat oleh para penonton dari berbagai kalangan. Rusmantoro, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan mengapresiasi pementasan Topeng Blantek, sekaligus memberikan saran sebagai sebuah catatan.
"Pementasan ini sudah sangat bagus. Tapi saya rasa ada ruh yang sedikit memudar, ciri khasnya perlu diperkuat lagi," ucap Rusmantoro.
Selain itu, antsiasme juga datang dari generasi muda. Fatin, seorang Mahasiswi PBS Universitas Negeri Jakarta, tidak bisa menyembunyikan rasa kagum terhadap pementasan Topeng Blantek ini.
"Rasanya menyenangkan banget! Alurnya mengalir, sampai-sampai saya enggak sadar pertunjukannya sudah selesai. Selain itu, banyak sekali pesan yang bisa kita ambil dari pertunjukan ini," pungkasnya.
Tak hanya itu, Fatin pun merasa ingin terlibat dalam melestarikan kesenian tradisional.
"Saya jadi terinspirasi untuk ikut terlibat dalam mengembangkan dan melestarikan seni tradisional ini," tambahnya.
Penonton lain yang memberikan pandangan melalui kacamata Pendidikan adalah Grace, dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.
Ia menilai bahwa pementasan ini memiliki potensi sangat kuat untuk menjembatani antara kesenian tradisional dan dunia akademik.
"Ini bisa menjadi jalan awal bagi generasi muda. Pertama-tama kenal dulu, lalu tertarik, dan akhirnya ikut terlibat. Paling tidak, mereka punya pengetahuan dulu tentang seni Topeng Blantek, kontennya seperti apa, musiknya seperti apa, hingga bentuk pementasannya seperti apa," ucap Grace
Selain itu, Grace beranggapan bahwa kontribusi yang paling konkret dalam dunia akademik adalah menjadikan seni tradisional itu sebagai bagian dari tugas-tugas mahasiswa, seperti skripsi, artikel, dan lain sebagainya.
"Skripsi dan Artikel bisa menjadi kontribusi nyata, dan ajang menyebarluaskan kesenian tradisional. Ini merupakan bagian dari kontribusi dunia Pendidikan dalam melestarikan warisan budaya kita," tutupnya dengan penuh harapan.
Menjaga Warisan, Menyentuh Zaman
Dengan hadirnya Sarba Mayangsari, Topeng Blantek tak hanya membuktikan dirinya masih relevan, tetapi mampu menembus lintas generasi.
Pertunjukan ini menunjukan bahwa budaya itu bukan sekedar warisan terdahulu, melainkan ruang komunikasi lintas generasi.
Ketika gorden panggung tertutup dan lampu-lampu meredup, ada satu pesan yang akan diingat terus dibenak penonton.
"Setiap janji yang diucapkan, baik kepada makhluk ataupun Tuhan adalah utang yang harus dilunasi,".
Kisah ini mengajarkan kita bahwa manusia bisa tertawa dan bisa jatuh cinta, tetapi mereka tidak bisa lari dari janji yang dibuat sendiri.